Rangkuman PPKn BAB 2 Kelas 11 Kurikulum Merdeka
Ringkasan Materi PPKn Kelas 11 Bagian 2 "Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945" Kurikulum Merdeka - Pada Bagian ini, kalian akan membahas tentang konstitusi dalam hubungannya dengan norma, sejarahnya melalui ide-ide para pendiri bangsa, hubungan antarregulasi, evaluasi pelaksanaan, dan beberapa contoh kasus. Upaya memahami tema ini penting dan sangat strategis, bukan hanya bagi guru, tetapi juga bagi peserta didik dan seluruh warga negara Indonesia. Dengan mempelajari konstitusi, kita akan paham dan mengerti tentang sistem hukum dalam ketatanegaraan negara Indonesia.
Pembahasan tema konstitusi lebih ditekankan kepada bagaimana warga negara (termasuk di dalamnya peserta didik) yang sekaligus sebagai warga masyarakat mengimplementasikan konstitusi dalam bentuk kesepakatan dan norma di dalam kehidupan sehari-hari.
Pelanggaran terhadap suatu norma, berarti pelanggaran terhadap kesepakatan yang telah dibangun bersama. Setiap pelanggaran terhadap suatu norma, tentukan ada konsekuensinya. Dari sana, kita membahas tentang konsekuensi apa yang akan diterima atau ditanggung oleh anggota masyarakat yang melanggar kesepakatan tersebut.
A. Unit 1 Ide Pendiri Bangsa tentang Konstitusi
Apa itu konstitusi? Istilah konstitusi dalam banyak bahasa berbeda-beda, seperti dalam bahasa Inggris ”constitution”, dalam bahasa Belanda ”constitutie”, dalam bahasa Jerman ”konstitution”, dan dalam bahasa Latin ”constitutio” yang berarti undang-undang dasar atau hukum dasar. Jadi, konstitusi merupakan hukum dasar tertinggi yang memuat hal-hal mengenai penyelenggaraan negara. Dalam ungkapan lain, konstitusi adalah kerangka kerja (framework) dari sebuah negara yang menjelaskan tentang bagaimana menjalankan dan mengorganisir jalannya pemerintahan.
Konstitusi pada umumnya dibagi menjadi dua jenis, yaitu tertulis dan tidak tertulis. Konstitusi tertulis adalah aturan-aturan pokok dasar negara, bangunan negara, dan tata negara yang mengatur perikehidupan satu bangsa di dalam persekutuan hukum negara. Konstitusi tidak tertulis disebut juga konvensi, yaitu kebiasaan ketatanegaraan yang sering timbul dalam sebuah negara.
Hampir semua negara memiliki konstitusi tertulis, termasuk Indonesia berupa Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sedangkan negara yang dianggap tidak memiliki konstitusi tertulis adalah Inggris dan Kanada.
Konstitusi Indonesia dikenal sebagai revolutiegrondwet, yang bermakna bahwa UUD 1945 mengandung gagasan revolusi yang berwatak nasional dan sosial. Tujuannya adalah dekolonisasi dan perubahan sosial ke arah terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Negara Indonesia menganut paham konstitusionalisme sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
UUD 1945 dirancang sejak 29 Mei hingga 16 Juli 1945, bersamaan dengan rencana perumusan dasar negara Pancasila oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK).
Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, pada 13 Juli 1945, berhasil membahas beberapa hal dan menyepakati, antara lain ketentuan tentang Lambang Negara, Negara Kesatuan, sebutan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan membentuk Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri atas Djajadiningrat, Salim, dan Soepomo.
Rancangan Undang-Undang Dasar diserahkan kepada Panitia Penghalus Bahasa. Pada 14 Juli 1945, BPUPK mengadakan sidang dengan agenda ”Pembicaraan tentang pernyataan kemerdekaan”. Panitia Perancangan Undang-Undang Dasar melaporkan hasilnya. Pasal-pasal dari rancangan UUD berjumlah 42 pasal. Dari 42 pasal tersebut, ada lima (5) pasal masuk tentang aturan peralihan dengan keadaan perang, serta satu (1) pasal mengenai aturan tambahan.
B. Unit 2 Hubungan Antarregulasi
Dalam hierarki hukum, konstitusi merupakan hukum yang paling tinggi dan fundamental sifatnya sehingga peraturan-peraturan di bawahnya tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Hal ini sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Regulasi adalah seperangkat peraturan untuk mengendalikan suatu tatanan yang dibuat supaya bebas dari pelanggaran dan dipatuhi semua anggotanya.
Menurut UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan, konstitusi merupakan hukum yang paling tinggi dan fundamental sifatnya sehingga peraturan-peraturan di bawahnya tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Regulasi UU tidak hanya menunjukkan adanya hierarki, tetapi juga ada relasi atau hubungan yang tidak boleh saling bertentangan atau tumpang tindih antarperaturan.
C. Unit 3 Konsekuensi Pelanggaran Kesepakatan
Kesepakatan atau disebut juga pemufakatan diartikan sebagai sikap yang menyepakati akan satu atau beberapa hal oleh satu pihak dengan pihak lain, di mana kesepakatan tersebut dilakukan dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Kesepakatan memiliki prinsip-prinsip yang adil, tidak memberatkan hanya salah satu pihak, bertanggung jawab, dan memiliki konsekuensi hukum atau sanksi jika terjadi pelanggaran atau penyelewengan atas kesepakatan yang telah dibuat bersama.
Kesepakatan juga berkorelasi dengan norma. Sebab, norma merupakan kesepakatan sosial. Kisi-kisi kesepakatan dapat bersumber dari mana pun: dari ajaran agama, adat, atau budaya. Usia norma dapat panjang, dapat pula pendek.
Apa perbedaan norma dengan kesepakatan? Norma adalah sebuah kesepakatan yang dibangun oleh masyarakat. Norma dibuat sebagai aturan bersama, sebagai cara hidup bersama, dan sekaligus menjadi pemandu untuk mencapai tujuan bersama. Kesepakatan dibuat melalui beberapa cara, melewati beberapa pertemuan dan diskusi yang mendalam, dan melibatkan banyak orang dengan segala kepentingannya.
Norma dibuat bukan sebagai cara untuk melegalkan tindakan yang bertentangan dengan sumber-sumber norma itu sendiri, yakni agama, hukum, sosial, dan kesusilaan.
D. Unit 4 Studi Kasus Pelanggaran Norma dan Regulasi
Contoh, ketika seorang warga masyarakat melanggar kesepakatan yang diatur oleh norma agama, dia akan mendapatkan konsekuensi atau akibat yang diatur oleh ajaran agama tersebut, baik dia akan menerimanya ketika masih hidup di dunia ataupun kelak setelah dia meninggal dunia. Contoh lain, ketika warga masyarakat melanggar kesepakatan yang telah digariskan dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu norma kemasyarakatan, dia akan mendapatkan konsekuensi berupa sanksi sosial dari masyarakat tersebut, apakah sanksinya berbentuk pengucilan atau bahkan pengusiran.
Berikutnya, contoh yang lebih tegas ialah ketika ada seorang warga masyarakat yang melanggar kesepakatan sebagaimana diatur oleh norma hukum, dia akan mendapatkan konsekuensi berupa hukuman yang sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Misalnya, seseorang yang melakukan tindak pencurian, maka ia telah melanggar Pasal 362 KUHP, yang menyatakan, “Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima Tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.
Untuk Rangkuman PPKn Semester 1 dan 2 Kelas 11 Kurikulum Merdeka, secara lengkap dapat dilihat dengan cara klik gambar berikut :
Demikian informasi tentang Rangkuman PPKn BAB 2 Kelas 11 Kurikulum Merdeka yang bisa Sinau-Thewe.com bagikan, semoga ada manfaat didalamnya dan terima kasih.
0 Response to "Rangkuman PPKn BAB 2 Kelas 11 Kurikulum Merdeka"
Post a Comment